BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.
Djuanda (2009) menuturkan pembangunan nasional dalam bidang kesehatan khususnya yang terkait dengan kesehatan balita adalah menurunkan angka kematian bayi dan angka kematian balita. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKBAL) merupakan indikator sensitif yang berkaitan dengan ketersediaan, pemanfaatan, dan kualitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan anak.
Menurut data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKB di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 34/1000 Kelahiran Hidup sedangkan AKBAL pada tahun 2007 sebesar 44/1000 Kelahiran Hidup. Bila dibandingkan dengan data SDKI tahun 2003 yaitu AKB sebesar 35/1000 Kelahiran Hidup dan AKBAL sebesar 46/1000 Kelahiran Hidup, berarti telah terjadi penurunan dalam kurun 5 tahun (2003-2009) namun penurunannya sangat kecil (Wijaya, 2009).
Harismayana (2009) mengatakan bahwa setelah diteliti lebih mendalam ternyata faktor penyebab utama terjadinya kematian pada bayi baru lahir dan balita adalah penurunan angka pemberian air susu ibu eksklusif atau ASI Eksklusif.
Siregar (2004) menuturkan ASI selalu merupakan makanan terbaik untuk bayi walaupun ibu sedang sakit, hamil, haid atau kurang gizi. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan usia sekitar enam bulan pertama kehidupan, dianjurkan agar pada masa ini bayi hanya diberikan ASI.
Rahmawati (2005) dan Harismayana (2009) menuturkan air susu ibu merupakan nutrisi terbaik pada awal usia kehidupan bayi. Air susu ibu ibarat emas yang diberikan gratis oleh Tuhan karena air susu ibu adalah cairan hidup yang dapat menyesuaikan kandungan zatnya yang dapat memenuhi kebutuhan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Rahayuningsih (2005) menuturkan bahwa untuk mendapatkan manfaat yang optimal, pemberian ASI harus benar dan tepat. Praktek pemberian ASI yang tepat dan sesuai dengan perkembangan fisiologis bayi adalah dengan pemberian ASI Aksklusif pada bayi sampai usia 4 bulan dan yang paling bagus sampai 6 bulan.
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dalam Media Indonesia (2008) menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula dari 16,7% pada tahun 2002 dan menjadi 27,9% pada tahun 2007. Sementara The United Nations Children's Fund (UNICEF) dalam Nuryati (2008) menyimpulkan cakupan ASI Eksklusif 6 bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38%.
Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2008, cakupan ASI Eksklusif di Jawa Barat mencapai 42,35% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2008). Suganda (2009) mengemukakan jumlah balita di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 sebesar 3.817.303 dengan persentase balita yang disusui lebih dari 24 bulan sebesar 34,12%, 12-23 bulan sebesar 39,80 dan kurang dari 12 bulan sebesar 26,08%.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten , cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten pada tahun masih rendah yaitu sebesar 29,77%. Cakupan ASI Eksklusif tertinggi di Kabupaten pada tahun yaitu Puskesmas Banjaran sebesar 293 bayi (84,7%) yang diberi ASI Eksklusif dengan jumlah bayi sebesar 346 bayi dan cakupan ASI Eksklusif terendah di Puskesmas sebesar 14 bayi (3,3%) yang diberi ASI Eksklusif dengan jumlah bayi sebesar 419 bayi.
Cakupan ASI Eksklusif masing-masing puskesmas di Kabupaten tahun adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Cakupan ASI Eksklusif Masing-masing Puskesmas di Kabupaten Tahun
NO Nama Puskesmas Jumlah Bayi Pemberian ASI Eksklusif Persentase
(%)
1. 313 111 35,5
2. 664 156 23,5
3. 346 293 84,7
4. 864 278 32,2
5. 574 237 41,3
6. 669 195 29,1
7. 568 79 13,9
8. 728 88 12,1
9. 422 214 50,7
10. 800 633 13,0
11. 756 147 19,4
12. 419 14 3,3
13. 1006 633 62,9
14. 1059 454 42,9
15. 722 298 41,3
16. 656 134 20,4
17. 826 497 60,2
18. 588 28 4,8
19. 830 206 24,8
20. 300 234 78,0
21. 377 177 46,9
22. 511 190 39,5
23. 598 190 31,8
24. 401 112 27,9
25. 533 72 13,5
26. 502 400 79,7
27. 357 34 9,5
28. 1034 141 13,6
29. 779 313 40,2
30. 817 378 46,3
19.019 6.419 33,8
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Tahun
Adapun cakupan ASI Eksklusif untuk masing-masing desa di Puskesmas adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2 Cakupan ASI Eksklusif Masing-masing Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tahun
NO Nama Desa Jumlah Bayi Pemberian
ASI Eksklusif Persentase
(%)
1. 84 4 4,7
2. 37 2 5,5
3. 87 5 5,7
4. 44 1 2,2
5. 78 3 3,8
6. 56 3 5,3
7. 49 3 6,1
Jumlah 435 21 4,8
Sumber : Puskesmas Tahun
Siregar (2004) dan Widowati (2009) yang mengemukakan bahwa salah satu kondisi yang menyebabkan pemberian ASI Eksklusif rendah adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan, khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui bayi secara eksklusif.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 900 ibu di sekitar JABOTABEK (Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi) diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI Eksklusif selama 4 bulan hanya 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli, 2000).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayunigsih (2005) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI terhadap pemberian ASI Eksklusif menunjukan tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang mempengaruhi prakteknya sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Green, bahwa pengetahuan seseorang merupakan faktor predisposisi untuk bertindak.
Pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan masyarakat. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu; 1) Faktor predisposisi, seperti pengetahuan, individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat, 2) Faktor pendukung, seperti tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya, 3) Faktor-faktor pendorong, seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di tempat penelitian dari 10 responden sebagian besar responden tidak memberikan ASI Eksklusif (6 orang) kepada bayinya sampai usia 6 bulan. Banyaknya jumlah responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif disebabkan responden memang benar-benar tidak tahu arti pentingnya ASI Eksklusif bagi kesehatan bayi. Ketidaktahuan ibu tentang ASI Eksklusif menyebabkan ibu lebih memilih susu formula bagi bayinya. Melihat fenomena tersebut maka perlu upaya meningkatkan promosi keshatan tentang pemberian ASI Eksklusif oleh petugas kesehatan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas ?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun .
1.3.2.2 Diketahuinya gambaran pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun .
1.3.2.3 Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun .
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
Sebagai wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan pengetahuan ASI Eksklusif dengan pemberian ASI Eksklusif, sehingga mahasiswa keperawatan dapat memahami fenomena yang berkembang di masyarakat mengenai faktor yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan, serta menjadi bahan masukan bagi peneliti lain yang mengambil tema penelitian yang sama.
1.4.2 Manfaat bagi Institusi
Sebagai masukan khususnya bagi di UPTD Puskesmas dalam memberikan kegiatan pendidikan kesehatan atau penyuluhan terhadap masyarakat mengenai ASI Eksklusif sehingga upaya peningkatan jumlah ibu yang memberikan ASI Eksklusif pada bayi baru lahir dapat meningkat dari tahun ke tahun dan semakin banyak pula ibu bayi memahami pentingnya ASI Eksklusif diberikan pada bayi selama 6 bulan.
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
Sebagai informasi dan motivasi khususnya bagi ibu yang memiliki bayi baru lahir agar dapat memberikan ASI Eksklusifnya pada sang bayi agar kebutuhan ASI-nya terpenuhi minimal sampai usia 6 bulan, dan ibu bayi memahami secara tepat tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan.
1.5 Definisi Konseptual dan Operasional
1.5.1 Definisi Konseptual
1.5.1.1 Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).
1.5.1.2 Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI, tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk , madu, air teh, bahkan air putih dan juga makanan padat lain seperti; pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur tim, dan lain-lain untuk jangka waktu minimal empat bulan dan akan lebih baik lagi apabila diberikan sampai bayi berusia enam bulan (Roesli, 2001).
Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.225
untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI