BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan akhir pernafasan adalah mempertahankan konsentrasi oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat berbahaya dan harus segera dibersihkan. Karena apabila tidak dapat bernafas, maka kita tidak dapat memberikan pernafasan buatan. Indikasi pemasangan ETT (Endotracheal Tube) termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi. Tindakan pemasangan ETT sering dilakukan di unit perawatan intensif untuk penderita yang refleks laringnya terganggu atau mengalami gagal nafas akut. ETT harus sering dibersihkan dari sekret dengan cara dihisap karena jika tidak dibersihkan, sekret akan tertahan di jalan nafas sehingga sirkulasi oksigen ke jaringan tidak maksimal, hal ini mengakibatkan saturasi oksigen kurang dari normal sehingga dapat terjadi hipoksemia, yang penting diingat adalah setiap kita melakukan penghisapan sekret bukan sekretnya saja yang dihisap tapi oksigen di paru juga dihisap dan alveoli juga bisa kolaps (Nazaruddin, 2004)
Trauma akibat intubasi bisa disebabkan karena trauma langsung saat pemasangan ataupun karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga menjadi nekrosis. Trauma yang disebabkan oleh cuff ini terjadi pada kira-kira setengah dari pasien yang mengalami trauma saat pemasangan trakeostomi. Trauma intubasi paling sering menyebabkan sikatrik kronik dengan stenosis, juga dapat menimbulkan fistula trakeoesofageal, erosi trakea oleh pipa trakeostomi, fistula trakea-arteri inominata, dan ruptur bronkial. Jumlah pasien yang mengalami trauma laringeal akibat intubasi sebenarnya masih belum jelas, namun sebuah studi prospektif oleh Kambic dan Radsel melaporkan kira-kira 0.1 %. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di ruang perawatan ICU (Intensive Care Unit) Sentral RSUD Jombang pada bulan Januari sampai Desember 2008 terdapat 50 pasien yang memakai ETT. Peneliti menemukan penderita yang memakai ETT pada bulan November – Desember 2008 sebanyak 8 pasien. Dari data tersebut didapatkan fakta setelah selesai dilakukan penghisapan sekret ETT terdapat 5 orang yang mengalami penurunan saturasi oksigen, padahal seharusnya jika sekret ETT telah dihisap maka airway menjadi lebih lancar, sehingga sirkulasi, ventilasi, perfusi dan transport gas pernafasan ke jaringan lebih baik.
Sumbatan jalan nafas dapat total dan partial. Sumbatan jalan nafas total bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10 detik dapat mengakibatkan hipoksia, henti nafas dan henti jantung. Berdasar ini kita harus segera mulai memberikan penanganan awal karena lebih banyak korban meninggal disebabkan kekurangan oksigen daripada kelebihan oksigen. Oleh karena hipoksemia dapat mematikan dalam waktu 3-5 menit. Sedangkan oksigen toxicity baru menyebabkan kerusakan jaringan paru jika pemberian okisigen 100% yang terus menerus selama 12 jam atau lebih. Sebelum suction, pasien harus diberi oksigen yang adekuat (pre oksigenasi) sebab oksigen akan menurun selama proses pengisapan pada pasien- pasien yang oksigennya sudah kurang. Pre oksigen ini dapat menghindari hipoksemia yang berat dengan segala akibatnya, sebab proses suction dapat menimbulkan hipoksemia. Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi dan transport gas pernafasan ke jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya perilaku. Faktor yang paling berpengaruh adalah perilaku perawat saat melaksanakan prosedur penghisapan sekret ETT, jika prosedur tidak sesuai dapat mengakibatkan sekret tidak bisa keluar sehingga dapat mengakibatkan hipoksia karena oksigenasi ke jaringan tidak adekuat akibat defisiensi penghantaran oksigen atau penggunaan oksigen di seluler dengan tanda dan gejala gelisah, penurunan tingkat kesadaran, peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi dan sianosis, jika tidak ditangani akan mengakibatkan kematian padahal gejala awal terjadinya hipoksia dapat dilihat dari penurunan saturasi oksigen (FK Unair, 2002).
Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat adalah melakukan tindakan suction ETT sesuai standar prosedur serta melakukan fisioterapi nafas pada pasien, dan tidak kalah pentingnya pemantauan terhadap peralatan yang digunakan apakah konsentrasi oksigen yang digunakan sesuai, serta deteksi dini adanya kebocoran pipa ETT. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik meneliti pengaruh tindakan suction 5 detik dengan 10 detik terhadap perubahan saturasi oksigen. Karena pengetahuan tersebut dapat dijadikan masukan untuk para perawat ketika melakukan tindakan suction pada pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Adakah perbedaan pengaruh tindakan suction ETT yang dilakukan selama 5 detik dan 10 detik terhadap perubahan saturasi oksigen di Ruang ICU RSUD Jombang.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan pengaruh tindakan suction ETT yang dilakukan selama 5 detik dan 10 detik terhadap perubahan saturasi oksigen di Ruang ICU RSUD Jombang.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengaruh tindakan suction ETT yang dilakukan selama 5 detik terhadap perubahan saturasi oksigen.
b. Mengidentifikasi pengaruh tindakan suction ETT yang dilakukan selama 10 detik terhadap perubahan saturasi oksigen.
c. Menganalisis perbedaan pengaruh antara tindakan suction yang dilakukan selama 5 detik dan 10 detik terhadap perubahan saturasi oksigen.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Mengembangkan ilmu keperawatan dalam perawatan pasien kritis dalam upaya promotif dan preventif dengan diketahuinya pengaruh tindakan suction selama 5 detik dengan tindakan selama 10 detik terhadap perubahan saturasi oksigen yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ilmu keperawatan.
1.4.2 Praktis
Pengetahuan akan pengaruh dari tindakan suction selama 5 detik dengan tindakan selama 10 detik terhadap perubahan saturasi oksigen dapat digunakan sebagai panduan intervensi yang bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.158
untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI